Saya tidak pernah berpikir akan mendedikasikan hidup saya selama 3 tahun untuk laki-laki ini. Sekalipun tidak. Saya pikir Biru hanya seperti mantan saya sebelum-sebelumnya, baik dan perhatian. Tidak lebih dan tidak kurang.
Namun, sepertinya, dugaan awal saya salah. Biru sudah terlampau jauh masuk ke kehidupan saya. Menurut saya, hampir mustahil menemukan tempat yang tidak pernah saya kunjungi bersama Biru. Pahit, manis, semuanya punya kenangan sendiri-sendiri. Saya punya sebutan untuk sebuah tempat mungkin yang tidak akan pernah kami kunjungi lagi. Namanya, Warung Bebek Pengakuan. Disitu, saya menceritakan sebuah pengakuan yang tidak pernah saya ceritakan kepada seorang pun di dunia ini. Biru juga tau semua tentang diri saya, rahasia terkecil sampai terbesar saya. Bagi saya, hubungan saya dan Biru, adalah satu, tanpa sekat, tanpa batas. Tidak ada rahasia.
Entahlah, mungkin mindset saya terlalu ke-Biru-an. Menganggap Biru adalah seorang yang sempurna, dan menganggap hubungan yang saya jalani adalah hubungan yang paling sempurna yang pernah saya jalani.
Biru adalah satu-satunya laki-laki yang rela menemani mengerjakan mading selama berminggu-minggu. Yang mau menemani pacarnya yang menjadi sie dekorasi bekerja mendekor sebuah gedung dari sore hingga jam 3 pagi. Dia tidak pernah risih dengan orang-orang baru yang dia tidak kenal dan bukan berasal dari satu sekolah. Dia berusaha mengenal mereka. Orang-orang disekitar saya, mereka semua mengenal Biru, setidaknya, mereka pasti tau.
Hanya biru jugalah yang selalu menanggap saya cantik di hari Minggu pagi dengan rambut acak-acakan dan belum mandi. Saya suka suasana di hari Minggu. Kami selalu menemukan ide untuk mewarnai hari Minggu kami. Entah berjalan-jalan ke mal, wisata kuliner, ke pasar ikan hias (kami berdua sangat mencintai ikan!), memancing, atau jika kami sedang buntu maka kami akan menghabiskan hari minggu dengan menonton 3 dvd sekaligus dan makan kentang goreng dan es krim yang selalu ada di kulkas rumah saya.
Ayah saya adalah tipikal “Calon Mertua Galak” seperti yang digambarkan di TV. Berkumis, berbadan sedikit tambun dan berwajah garang. Calon mantu mana saja mungkin bakal ketakutan. Sama seperti Biru. Kali pertama ke rumah, ajakan salam tangannya ditolak oleh Ayah saya. Mungkin itu “alert” agar memulangkan anaknya tepat waktu di kencan pertama.
Ayah saya tidak begitu menyukai Biru pada awal hubungan saya. Tiga tahun kemudian, ketika bulan-bulan pertama saya putus dan Biru tidak pernah bermain ke rumah pada Minggu pagi seperti biasanya, Ayah saya selalu menanyakannya terus menerus. Miris.
Pengurus HIMA D3 Perpajakan
9 years ago


0 comments:
Post a Comment